Pintar Pelajaran Usaha Angkat Senjata Pada Kurun Penjajahan / Pendudukan Militer Jepang Di Indonesia
Artikel dan Makalah wacana Perjuangan Angkat Senjata Pada Masa Penjajahan / Pendudukan Militer Jepang Di Indonesia - Perlakuan Jepang yang tak berperikemanusian menyebabkan reaksi dan perlawanan dari rakyat Indonesia di aneka macam wilayah. Kebencian ini bertambah ketika di beberapa tempat, Jepang menghina aspek-aspek keagamaan. Berikut ini beberapa perlawanan rakyat pada masa penjajahan Jepang. (Baca juga : Perjuangan Rakyat Indonesia Melawan Jepang)
a. Perlawanan di Cot Plieng, Aceh
Perlawanan di Aceh ini dipimpin oleh Tengku Abdul Djalil, seorang ulama pemuda. Pada 10 November 1942, tentara Jepang menyerang Cot Plieng pada ketika rakyat sedang melaksanakan shalat subuh. Penyerangan pagi buta ini alhasil sanggup digagalkan oleh rakyat dengan memakai senjata kelewang, pedang, dan rencong. Begitupun dengan dengan serangan kedua, tentara Jepang berhasil dipukul mundur. Namun pada serangan yang ketiga, pasukan Teungku Abdul Jalil sanggup dikalahkan Jepang. Peperangan ini telah merenggut 90 tentara Jepang dan sekitar 3.000 masyarakat Cot Plieng.
b. Perlawanan di Tasikmalaya, Jawa Barat
Perlawanan di Singaparna, Tasikmalaya, ini dipimpin oleh Kyai Haji Zaenal Mustofa. Perlawanan ini terkait dengan tidak bersedianya K.H. Zaenal Mustofa untuk melaksanakan Seikeirei, memperlihatkan penghormatan kepada Kaisar Jepang. Dalam pandangan Zaenal Mustofa, membungkuk ibarat itu sama saja dengan memperlihatkan penghormatan lebih kepada matahari, sementara dalam aturan Islam hal tersebut terkarang lantaran dianggap menyekutukan Tuhan.
Pemerintahan Jepang lalu mengutus seseorang untuk menangkapnya. Namun utusan tersebut tidak berhasil lantaran dihadang rakyat. Dalam keadaan luka, perwakilan Jepang tersebut memberitahukan insiden tersebut kepada pimpinannya di Tasiklamalaya. Karena tersinggung, Jepang pada 25 Februari 1944 menyerang Singaparna pada siang hari sehabis shalat Jumat. Dalam pertempuran tersebut Zaenal Mustofa berhasil ditangkap dan lalu diasingkan ke Jakarta sampai wafatnya. Jenazahnya dikuburkan di kawasan Ancol, dan lalu dipindahkan ke Tasikmalaya.
c. Perlawanan Sejumlah Perwira Pembela Tanah Air di Blitar, Buana dan Paudrah (Aceh), dan Cilacap
Perlawanan sejumlah perwira Pembela Tanah Air (Peta) di Blitar terjadi pada 14 Februari 1945 yang dipimpin oleh Syudanco Supriyadi. Ia yaitu seorang syodanco (komandan peleton) Peta. Perlawanan Supriyadi ini disebabkan lantaran tidak tahan lagi melihat kesengsaraan rakyat yang mati lantaran romusha. Namun perlawanan tersebut sanggup diredam oleh Jepang. Perlawanan ini sepertinya tidak direncanakan dengan matang sehingga gampang untuk digagalkan. Akhirnya para anggota Peta yang terrlibat perlawanan diadili di Mahkamah Militer Jepang.
Orang yang berhasil membunuh Jepang eksklusif dijatuhi eksekusi mati, antara lain: dr. Ismangil, Muradi, Suparyono, Halir Mangkudidjaya, Sunanto, dan Sudarmo. Dalam persidangan tersebut, Supriyadi sendiri sebagai pemimpin perlawanan tidak diikutsertakan. Beberapa pihak menyampaikan bahwa Supriyadi bahu-membahu sudah ditangkap dan dibunuh secara diam-diam, ada pula pihak yang percaya bahwa Supriyadi mokswa alias menghilangkan diri tanpa jejak Selain di Blitar, perlawanan cowok Peta juga meletus di dua kawasan di Aceh, yaitu Buana dan Paudrah. Pemimpinnya yaitu Guguyun Teuku Hamid; ia bersama 20 peleton pasukan melarikan diri dari asrama pada November 1944 untuk merencanakan pemberontakan. Namun Jepang berhasil mengancam keluarga Teuku Hamid sehingga Teuku Hamid kembali lagi. Tampaknya planning perlawanan Teuku Hamid menambah simpati dan semangat masyarakat sehingga lalu muncul kembali perlawanan. Lahirlah perlawanan Padrah di kawasan Bireun, Aceh Utara, yang dipimpin oleh seorang kepala kampung yang dibantu oleh regu Guguyun. Perlawanan tersebut menelan banyak korban dari pihak Aceh lantaran semua yang tertawan alhasil dibunuh oleh Jepang.
Di Gumilir, Cilacap perlawanan dipimpin oleh seorang komandan regu berjulukan Khusaeri. Serangan pertama tentara Jepang terdesak, namun sehabis bala dukungan tiba Khusaeri bisa dikalahkan. Di Pangalengan, Jawa Barat, pun meletus perlawanan dari para personil Peta yang juga sanggup dilumpuhkan.
Anda kini sudah mengetahui Perjuangan Angkat Senjata Pada Masa Penjajahan / Pendudukan Militer Jepang Di Indonesia. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.
Referensi :
Suwito, T. 2009. Sejarah : Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA) Kelas XI. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 368.
0 Response to "Pintar Pelajaran Usaha Angkat Senjata Pada Kurun Penjajahan / Pendudukan Militer Jepang Di Indonesia"
Post a Comment