Pintar Pelajaran Proses Islamisasi Dan Penyebaran Islam Di Indonesia

Artikel dan Makalah wacana Proses Islamisasi dan Penyebaran Islam Di Indonesia - Islamisasi di Indonesia melibatkan banyak faktor: perdagangan, pendidikan, politik, serta semangat “jihad” masyarakat muslim. Para ulama (syekh, wali, kyai) memegang peranan penting dalam hal ini. Di bawah ini akan diuraikan proses pengislaman di banyak sekali wilayah di Indonesia. Proses persebaran Islam di Indonesia berlangsung lancar relatif damai. Kelancaran ini dikarenakan syarat-syarat untuk memeluk Islam tidaklah sukar. Seseorang dianggap telah menjadi muslim jikalau ia mengucapkan dua kalimat syahadat, yaitu legalisasi bahwa “tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad yakni utusan Allah”. Upacara-upacara dalam Islam juga cenderung lebih sederhana daripada upacara dalam agama Hindu atau Budha.

Salah satu bukti Islam gampang diterima yakni dikala raja Ternate yang nonmuslim tidak keberatan dikala sejumlah rakyatnya memeluk Islam. Bukti lainnya dalah adanya makam aristokrat Majapahit yang beragama Islam. Menurut catatan Tome Pires, kaum aristokrat Hindu-Buddha di Jawa masuk Islam dengan sukarela tanpa paksaan. Penyebaran Islam disampaikan sesuai dengan moral dan tradisi pribumi Indonesia. Islam juga tidak mengenal pengkastaan dan menganggap derajat insan itu sama. Faktor lain yang mengakibatkan Islam berkembang yakni keruntuhan Majapahit.

Akan tetapi, tidak selamanya proses persebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa, berlangsung damai. Menurut Tome Pires, para pedagang aneh yang muslim menetap dan membuka pemukiman tersendiri di sejumlah pelabuhan; selanjutnya pemukiman tersebut dijadikan kubu pertahanan mereka dalam menjalankan roda perdagangannya. Setelah kekuatan mereka dirasakan kuat, mereka kemudian menyerang bandar-bandar bersangkutan untuk dikuasai. Cara-cara kekerasan menyerupai ini terjadi, misalnya, di bandar-bandar Demak dan Jepara. Sedangkan, proses pengislaman secara tenang dilakukan di pantai utara Jawa Timur, menyerupai di Tuban dan Gresik.

Catatan Sejarah :

Ketika itu pedagang muslim mancanegara atau pribumi yang telah muslim, dianggap sebagai kalangan terpandang. Mereka, yang sebelumnya golongan menengah, serta-merta menjadi golongan terpandang. Sebagai orang penting dalam masyarakat, mereka dihadiahi hak mempunyai tanah oleh penguasa setempat. Tome Pires, menyebut mereka sebagai “cavaleiro” atau ksatria.

Kedudukan kaum pedagang ini menarik sejumlah penguasa Indonesia untuk menikahkan anak gadisnya dengan mereka. Sebelum menikah, si gadis menjadi muslim dahulu. Perkawinan ini kemudian membentuk keluarga muslim yang berubah menjadi masyarakat muslim. Beberapa tokoh penting (raja dan para ulama atau wali Islam) melaksanakan perkawinan jenis ini. Raden Rahmat (Sunan Ampel) menikah dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan Puteri Kawunganten, Raja Majapahit Brawijaya V menikahi seorang puteri Campa yang muslim yang kelak menurunkan Raden Patah, raja Demak pertama.

Bahkan di antara para wali ada yang pernah berdagang pada masa mudanya. Menurut Babad Gresik, Sunan Giri pada masa mudanya yakni anak angkat Nyai Gede Pinatih, seorang pedagang perempuan Cina yang kaya di Gresik. Giri muda pernah pergi ke Kalimantan Selatan untuk urusan bisnis. Sunan Bayat atau Ki Gede Pandang Arang pernah pula bekerja pada perempuan penjual beras. Sunan Kalijaga pernah pula berjualan alang-alang. Selain melalui perkawinan, jalur kesenian dipakai oleh para wali dalam proses islamisasi. 

Pertunjukan wayang merupakan salah satu sarana kesenian yang digunakan. Tokoh Wali Sanga yang andal mementaskan wayang yakni Sunan Kalijaga. Kisah yang dipentaskan dikutip dari kakawin Mahabharata atau Ramayana peninggalan masa Hindu-Buddha yang kemudian disisipi nilai-nilai Islam. Selesai pertunjukan, sang dalang tidak meminta upah melainkan mengajak penonton untuk mengucapkan kalimat syahadat.

Tidak ketinggalan, jalur pendidikan pun ditempuh dalam islamisasi ini. Para ulama mendirikan pondok-pondok pesantren (pesantrian) yang terbuka bagi siapa pun untuk mencar ilmu menjadi santri. Setelah tamat mencar ilmu di pesantren, mereka kembali ke kawasan asal dan berdakwah mengajarkan Islam atau disuruh guru mereka menyiarkan Islam di kawasan lain. Tak jarang, orang-orang jebolan pesantren ini tinggal di rumah-rumah para pedagang. Bahkan, seringkali dari mereka yang menjadi pengurus harta (bendahara) kaum pedagang sekaligus memimpin perjuangan dagang tuan rumah mereka. Kaum ulama yang mendirikan pesantren antara lain: Raden Rahmat di Ampel, erat Surabaya dan Raden Paku di Giri. Beberapa lulusan Sunan Giri diundang ke Maluku untuk mengajarkan Islam di sana.


Anda kini sudah mengetahui Proses Islamisasi dan Penyebaran Islam Di Indonesia. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Suwito, T. 2009. Sejarah : Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA) Kelas XI. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 368.

0 Response to "Pintar Pelajaran Proses Islamisasi Dan Penyebaran Islam Di Indonesia"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel