Pintar Pelajaran Peranan Wali Songo Dan Ulama Dalam Penyebaran Agama Islam Di Jawa Dan Indonesia

Artikel dan Makalah wacana Peranan Wali Songo Dan Ulama dalam Penyebaran Agama Islam di Indonesia - Penyebar Islam yang populer di Indonesia, khususnya Jawa, disebut Wali Sanga. Wali ini merupakan ialah dewan mubalig di Jawa yang berbasis di Demak sebagai sentra kegiatan politik dan agama Islam. Tiap wali tersebut pernah menjadi imam pada waktu shalat berjamaah di Masjid Agung Demak. Apabila salah satu anggota dewan wali ini wafat, ia akan digantikan oleh wali lainnya menurut musyawarah. Tiap-tiap wali dan panggantinya mempunyai kiprah penyiaran agama Islam di Pulau Jawa. Mereka dipanggil dengan sebutan “sunan”, yang berasal dari kata “susuhunan”, kata bagi orang yang terpandang di masyarakat.

a. Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim

Maulana Malik Ibrahim berasal dari Persia (Iran), kemudian berkedudukan di Gresik, Jawa Timur, dan dikenal sebagai Susuhunan atau Sunan Gresik, meninggal pada 1419 M. Ia yang diduga membuatkan Islam di Jawa saat Majapahit masih memerintah. Ia dikenal dengan nama Maulana Magribi/Syekh Magribi alasannya ialah diduga berasal dari Magribi, Afrika Utara. Diperkirakan Sunan Gresik lahir sekitar pertengahan tahun 1350. Setelah remaja ia menikah dengan seorang putri aristokrat ternama Dewi Candrawulan, putri pertama Ratu Campa yang telah menganut Islam (isteri Raja Brawijaya V Majapahit). Dakwahnya yang simpatik dan berilmu menimbulkan penduduk lebih cepat mendapatkan Islam.

b. Sunan Ampel atau Raden Rahmat

Sunan Ampel (Ngampel), berkedudukan di Ampel Denta di Giri, dekat Surabaya; dan dikabarkan berasal dari Campa, Vietnam (sama dengan ibunya Raden Patah). Nama aslinya ialah Raden Rahmat, putra Maulana Malik Ibrahim dari Dewi Candrawulan. Raden Rahmat dikenal sebagai perencana pertama kerajaan Islam di Jawa dan penerus impian serta usaha ayahnya dan mendirikan pesantren di Ampel Denta di Jawa Timur. Ia berhasil mendidik para perjaka Islam untuk menjadi tenaga dai atau hebat kotbah (mubalig) yang akan disebar ke seluruh Jawa. Di antara perjaka yang dididik ialah Raden Paku (Sunan Giri), Raden Fatah (Sultan Demak), Raden Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat), serta Maulana Ishak yang pernah diutus mengislamkan rakyat di kawasan Blambangan.

Sunan Ampel cukup kuat di kalangan istana Majapahit, bahkan isterinya pun berasal dari kalangan istana. Ia tercatat sebagai peletak dasar penyebaran politik Islam ke Nusantara. Ia juga ikut andil dalam mendirikan Masjid Agung Demak tahun 1479 bersama wali-wali yang lain.

Pada awal islamisasi di Jawa, Sunan Ampel menginginkan semoga masyarakat menganut keyakinan yang murni. Ia tidak oke kebiasaan masyarakat Jawa, ibarat kenduri, selamatan, sesajen, dan sebagainya tetap hidup dalam Islam. Namun, wali-wali yang lain berpendapat, untuk sementara kebiasaan tersebut dibiarkan saja alasannya ialah masyarakat sulit meninggalkannya secara serentak. Akhirnya Sunan Ampel setuju. Ia juga menyetujui saat Sunan Kalijaga dalam usaha menarik penganut Hindu dan Budha, mengusulkan semoga adat-istiadat Jawa diberi warna Islam. Namun Sunan Ampel tetap khawatir adat-istiadat dan banyak sekali upacara ritual Islam kelak menjadi bid’ah. Sunan Ampel wafat tahun 1481 dan dimakamkan di Surabaya.

c. Sunan Bonang

Nama aslinya Raden Maulana Makhdum Ibrahim. Arti makhdum ialah ulama besar yang harus dihormati. Ia putra Sunan Ampel dari perkawinannya dengan Dewi Candrawati. Sunan ini berkedudukan di Bonang, dekat Tuban. Sunan Bonang dianggap sebagai pencipta gending untuk mengembangkan pemikiran Islam di pesisir utara Jawa Timur. Setelah berguru Islam di Pasai (Aceh) ia kembali ke Tuban, Jawa Timur untuk mendirikan pondok pesantren. Santri-santri yang berguru kepadanya tiba dari banyak sekali pelosok Nusantara. Dalam membuatkan agama Islam selalu beradaptasi dengan corak kebudayaan Jawa. Ia memakai pertunjukan wayang sebagai media dakwahnya. Lagu gamelan wayang berisikan pesan-pesan pemikiran agama Islam. Setiap bait diselingi ucapan syahadatain (ucapan dua kalimat syahadat). Kemudian dikenal dengan istilah sekatenan.

Dalam kegiatan dakwahnya Sunan Bonang menimbulkan pesantrennya sebagai basis pendidikan agama Islam secara khusus dan mendalam. Catatan pendidikannya kemudian dibukukan dalam buku Suluk Sunan Bonang atau Primbon Sunan Bonang. Buku ini kini masih tersimpan di Universitas Leiden Belanda. Sunan Bonang wafat tahun 1525 dimakamkan di Tuban.

d. Sunan Drajat

Sunan Drajat ialah putra Raden Rahmat, berkedudukan di Drajat, dekat Sedayu. Nama kecilnya Raden Kosim atau Syarifudin. Disebut juga dengan Sunan Sedayu alasannya ialah dimakamkan di kawasan Sedayu. Menurut silsilah Sunan Drajat ialah putra Sunan Ampel dari istri kedua berjulukan Dewi Candrawati. Dalam musyawarah para Wali diputuskan, siapa yang mengganti Sunan Ampel untuk memimpin pesantren Ampel Denta. Dan pilihan jatuh pada Sunan Drajat. Ia populer dengan kepandaiannya menciptakan tembang Pangkur. Hal yang paling menonjol dalam dakwah ialah perhatiannya terhadap problem sosial. Ia mempunyai jiwa sosial yang tinggi dan berorientasi pada kegotong-royongan. Sunan Drajat wafat pertengahan kurun ke-16 dimakamkan di Sedayu, Gresik.

e. Sunan Giri

Sunan Giri, murid Sunan Ampel, berkedudukan di Giri, dekat Gresik. Nama kecilnya Raden Paku disebut juga Prabu Satmata dan sering dijuluki Sultan Abdul Fakih. Ia putra Maulana Ishak yang ditugasi Sunan Ampel membuatkan agama Islam di kawasan Blambangan. Salah seorang saudaranya adalh Raden Abdul Kadir (Sunan Gunung Jati). Pendidikannya ialah tamatan pesantren di Pasai (Aceh). Ketika beranjak dewasa, Raden Paku berguru di Pesantren Ampel Denta. Berkenalan dengan Raden Maulana Makhdum Ibrahim. Keduanya bersahabatan hingga menunaikan ibadah haji ke Mekah.

Selama di pesantren Pasai, Raden Paku menimba ilmu ketuhanan, keimanan, dan tasawuf. Tingkat terakhir ialah ilmu laduni sehingga gurunya menganugerahi gelar Ain al-Yaqin dan masyarakat menyebutnya dengan Raden Ainul Yakin. Sunan Giri sangat kuat terhadap jalannya roda-roda Kesultanan Demak Bintoro. Setiap keputusannya selalu disetujui oleh wali-wali lainnya. Sunan Giri wafat tahun 1600, dimakamkan di Bukti Giri, Gresik.

f. Sunan Muria

Nama kecilnya Raden Pratowo sedangkan nama aslinya Raden Umar Said. Ia lebih dikenal dengan nama Sunan Muria alasannya ialah kegiatan dakwahnya dilakukan di Gunung Muria (18 km sebelah Utara Kota Kudus). Sunan Muria dalam berdakwah menentukan kawasan pelosok terutama desa terpencil. Sistem dakwah yang disampaikan dengan memberi pendidikan singkat pada kaum pedagang, para nelayan, dan rakyat pedesaan. Cara berdakwah selalu dengan menyisipkan tembang Sinom dan Kinanti yang bernafaskan Islam. Sunan Muria wafat kurun ke-16 dimakamkan di Bukit Muria, Jepara.

g. Sunan Kalijaga

Nama aslinya Joko Said, anak Bupati Tuban Raden Tumenggung Wilwatikta. Ibunya berjulukan Dewi Nawang Rum, berkedudukan di Kadilangu, dekat Demak; ia membuatkan pemikiran Islam melalui pendekatan budaya dan sangat anti kekerasan; ia ialah menantu Sunan Gunung Jati. Nama kecilnya Raden Mas Syahid (said) dan sering dijuluki Syekh Malaya. Nama Kalijaga berasal dari Qadizaka (Arab), artinya pelaksana yang suci. Berbeda dengan wali yang lainnya, Sunan Kalijaga dalam berdakwah selalu berkeliling dari kawasan satu ke kawasan lainnya. Isi yang disampaikan sangat intelektual dan nyata. Sehingga banyak masyarakat yang simpati terhadap Sunan Kalijaga.

Karena jasanya dalam berdakwah, Suna Kalijaga diberi hadiah oleh Raden Fatah sebagai penguasa Kesultanan Demak Bintoro, berupa sebidang tanah di sebelah tenggara Demak. Tanah tersebut merupakan desa perdikan (desa yang dibebaskan pajak oleh sultan). Jabatan yang diberikan kepadanya ialah juru dakwah kerajaan. Sunan Kalijaga sangat berjasa dalam perkembangan wayang purwa atau wayang kulit yang bercorak Islami ibarat kini ini. Dia mengarang aneka kisah wayang secara Islami, terutama berkaitan dengan etika atau adab. Berdakwah melalui pertunjukkan wayang kulit inilah, masyarakat banyak yang tertarik dan masuk Islam. Sunan Kalijaga wafat pada pertengahan kurun ke-15, dimakamkan di Kadilangu, Demak.

h. Sunan Kudus

Nama kecilnya Jafar Sadiq dengan panggilan Raden Undung atau Raden Amir Haji alasannya ialah jasanya memimpin rombongan haji ke Mekah. Ayahnya berjulukan Raden Usman Haji yang menyiarkan Islam ke kawasan Jipang, Panolan, dan Blora. Menurut silsilah, Sunan Kudus masih keturunan Nabi Muhammad Saw. Ilmunya cukup tinggi dan hebat dalam ilmu fiqih, tauhid, hadis, tafsir, serta mantiq (logika atau filsafat). Karena itulah ia menerima julukan sebagai Wali al-‘ilmi (orang yang ilmunya luas). Sunan Kudus sangat berambisi menggulingkan Majapahit secara militer, ialah yang sangat menentang pemikiran Syekh Siti Jenar yang cendering mistik; mempunyai murid kesayangan yang berjulukan Arya Penangsang dari Jipang; namun ia sangat membenci Sunan Prawoto dari Demak. Sunan Kudus dikenal juga sebagai panglima perang Kesultanan Demak, Bintoro yang tangguh dan dipercaya untuk mengendalikan pemerintahan di kawasan Kudus, sehingga ia menjadi pemimpin pemerintahan sekaligus pemimpin agama di kawasan tersebut.

Catatan Sejarah :

Ada kisah yang menyampaikan bahwa Sunan Kudus pernah berlayar ke Baitul Maqdis di Palestina dan berjasa memberantas penyakit yang menelan banyak korban di sana. Atas jasanya, pemerintah Palestina memberi hadiah kawasan kekuasaan di Palestina namun Sunan Kudus meminta semoga hadiah tersebut di pindahkan ke Pulau Jawa dan oleh Amir (penguasa) usul itu dikabulkan. Sekembalinya ke Jawa ia mendirikan masjid di kawasan Loran tahun 1549 dan masjid itu diberi nama Masjid Al Aqsa atau Al Manar artinya Masjid Menara Kudus. Daerahnya pun kemudian diganti menjadi Kudus yang artinya suci. Diambil dari nama sebuah kota di Palestina yaitu Al- Quds. Sunan Kudus wafat tahun 1550 dimakamkan di kawasan Kudus.

i. Sunan Gunung Jati

Nama lainnya ialah Syekh Nuruddin Ibrahim atau Syarif Hidayatullah, berasal dari Pasai, Aceh, kemudian berkedudukan di Gunung Jati, Banten dan kemudian Cirebon untuk membentuk dinasti Islam di kedua tempat tersebut; ia menikahi saudara wanita Sultan Tranggana. Menurut sumber lokal, nama kecilnya ialah Syarif Hidayatullah yang merupakan cucu Raja Pajajaran, Prabu Siliwangi. Dari perkawinan Prabu Siliwangi dengan Nyai Subang Larang, lahir dua putra dan satu putri yaitu Raden Walangsungsang, Nyai Lara Santang, dan Raja Senggara. Setelah ibunya wafat Raden Walangsungsang meninggalkan keraton untuk berguru Agama Islam pada Syekh Datu Kahfi atau Syekh Nurul Jati di Gunung Ngamparan Jati. Dan adik perempuannya Nyai Lara Santang menyusul berguru agama di tempat yang sama. Setelah tiga tahun menimba ilmu, keduanya menunaikan ibadah haji. Di Mekah, Nyai Lara Santang menerima jodoh yaitu Maulana Sultan Mahmud (Syarif Abdullah), aristokrat Arab dari Bani Hasyim.

Walangsungsang sehabis ibadah haji kembali ke Jawa dan menjadi guru di Labuhan, Pasambangan, Cirebon. Sementara itu Nyai Lara Santang melahirkan anak, diberi nama Syarif Hidayatullah. Setelah remaja Hidayatullah menentukan berdakwah di Pulau Jawa. Ia kemudian bersilaturahim kepada Walangsungsang yang bergelar Cakrabuana. Setelah pamannya wafat, Hidayatullah melanjutkan usaha pamannya membuatkan Islam di Cirebon dan Cirebon menjadi Kesultanan Islam yang bebas dari Pajajaran. Dari Cirebon ia kemudian menyiarkan agama Islam ke daerah-daerah Jawa Barat yang belum memeluk agama Islam, ibarat Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten. Di Banten ia mendirikan kerajaan tahun 1525. Ketika kembali ke Cirebon, Kesultanan Banten diserahkan kepada putranya, Maulana Hasanuddin yang kemudian menurunkan raja-raja Banten.

Di tangan raja-raja Banten inilah kerajaan Hindu Pajajaran sanggup dikalahkan dan rakyatnya memeluk Islam. Bahkan, Syarif Hidayatullah menggerakkan penyerangan ke Sunda Kelapa. Penyerangan itu dipimpin Faletehan (Fatahillah), panglima angkatan perang Demak. Fatahillah kemudian menjadi menantu Syarif Hidayatullah. Syarif Hidayatullah wafat tahun 1570 dimakamkan di kawasan Gunung Jati, desa Astana, Cirebon. Maka ia dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati.

j. Para Wali Lainnya

Para wali memegang peranan yang besar dalam penyebaran Islam di Jawa. Dengan kesabaran dan kearifan, agama Islam disampaikan kepada masyarakat hingga diterima dan cepat berkembang di Jawa. Di samping Wali Sanga, banyak wali lainnya ikut andil dalam pengembangan Islam di Jawa, meski sebagian dibunuh dan tidak diakui oleh Wali Sanga, ibarat :

(1) Syekh Subakir;
(2) Sunan Bayat atau Tembayat;
(3) Sunan Geseng;
(4) Syekh Mojoagung;
(5) Syekh Siti Jenar;
(6) Maulana Ishak dari Pasai, Aceh, mengislamkan rakyat Blambangan (Pasuruan dan sekitarnya) di Jawa Timur potongan timur;
(7) Syekh Jangkung; pernah berniat mendirikan masjid tanpa izin dan oleh Sunan Kudus akan dieksekusi mati namun diselamatkan oleh Sunan Kalijaga;
(8) Syekh Maulana; berasal dari Krasak-Malang, dekat Kalinyamat, murid Sunan Gunung Jati; alasannya ialah pernah mempermalukan dalam perdebatan wacana ilmu gaib ia dibunuh atas perintah Sunan Kudus.

Catatan Sejarah :

Syekh Siti Jenar atau Syekh Lemah Abang, berasal dari Cirebon yang populer dengan pemikiran sufinya yang revolusioner sehingga oleh penguasa Demak dan para Wali ia dieksekusi mati alasannya ialah ajarannya dianggap membahayakan stabilitas politik dan sosial Jawa Tengah saat itu. Cerita ekspresi menyebutkan bahwa banyak pengikut Siti Jenar yang melaksanakan kerusuhan sosial dikarenakan mereka ingin segera meninggalkan alam dunia yang dianggapnya sebagai kehidupan neraka. Ajaran Syekh Siti Jenar banyak kesamaan dengan pemikiran Al-Hallaj alasannya ialah konon Syekh yang kontroversi ini pernah berguru agama di Persia, tempat Al -Hallaj hidup.

Dari Pulau Jawa, Islam kemudian berkembang ke wilayah-wilayah lain di Indonesia. Islamisasi ke Kalimantan dilakukan oleh para ulama utusan Demak. Sedangkan Islam di Maluku, Ternate, dan Tidore disebarkan oleh Sultan Ternate, Zainal Abidin, sehabis berguru ke Giri, Jawa Timur. Makassar diislamkan oleh para mubalig dari Sumatera dan Malaka (Malaysia). Kemudian, orang Makassar mengislamkan orang Lombok dan Sumbawa di Nusa Tenggara Barat antara tahun 1540-1550. Sementara itu, penduduk Flores di Nusa Tenggara Timur diislamkan oleh orang Bugis.

Agama Islam masuk ke Nusantara dengan jalur berlainan. Seperti di luar Jawa yakni Sulawesi, penyebar agama Islam di Sulawesi berjulukan Dato’ri Bandang. Di Kutai, Kalimantan Timur penyebar agama Islam ialah Dato Bandang dan Tuang Tunggang. Peran seorang penghulu di Demak tidak kalah pentingnya dalam penyebaran agama Islam, melalui pengajaran kepada Sultan Suryanullah. Dan masih banyak lagi tokoh yang berperan syiar Islam ke seluruh Nusantara.

Proses islamisasi di Nusantara sanggup dikatakan relatif mudah. Hubungan secara tidak eksklusif antara pedagang muslim antara lain, para mubaligh, ustadz, ahli-ahli tasawuf telah menerapkan ajarannya melalui komitmen perdagangan yang tidak berbelit-belit. Golongan akseptor Islam juga melaksanakan tindakan yang sama, yakni menyebar ajarannya pada masyarakat sekitarnya. Bahkan kalau ia seorang aristokrat atau pejabat keraton akan lebih memperlancar jalannya penyebaran tersebut. Berdirinya tempat peribadatan ibarat langgar, masjid, majelis taklim, dan sebagainya dipakai juga sebagai syiar agama Islam.

Seni juga menjadi salah satu kanal proses islamisasi di Nusantara. Cabang-cabang seni yang lebih gampang penyentuh hati masyarakat sekitar ialah seni bangun, seni pahat, seni ukir, seni qasidah, dan sebagainya. Bukti-bukti perkembangannya ialah bangunan Masjid Agung, Demak, Cirebon, Bantem, Banda Aceh yang kemudian menjadi sentra kegiatan syiar Islam ke daerahnya. Di Keraton Cirebon juga kita temukan seni ukir yang bercorak Islami yaitu tabrakan lafal ayat-ayat Al Qur’an.

Anda kini sudah mengetahui Peranan Wali Songo Dan Ulama dalam Penyebaran Agama Islam di Jawa dan Indonesia. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Suwito, T. 2009. Sejarah : Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA) Kelas XI. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 368.

0 Response to "Pintar Pelajaran Peranan Wali Songo Dan Ulama Dalam Penyebaran Agama Islam Di Jawa Dan Indonesia"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel